...


Sabtu, 26 September 2009

Goresan (hanya) terlihat di kecerahan, sayang

Kau kembali menyapa dan ingin membekaskan asa lagi padaku. Mungkin, kalau kau lakukan pada masa itu akan berhasil. Pasti akan selalu berhasil, aku jamin itu. Tapi, sayangku, tidak untuk masa ini. Cukup sudah, kau berbuat demikian. Perbuatanmu dahulu bahkan membuat ku beranggapan no more lil shine star because the shine doesn't bright anymore. Aku memang bodoh waktu itu, aku akui.

Tunggu dulu, sayang, aku tidak menyalahkanmu. Digoresan yang membentuk tulisan ini aku hanya ingin mengeluarkan apa yang ingin aku katakan padamu. Ingatlah sekali lagi, sayangku, aku tidak menyalahkanmu. Apabila kau membacanya, mungkin kau akan mengerti kekesalanku pada sifatmu yang tidak jelas itu.

Ya, aku sudah mengeluarkan kata pertamaku. Ketidakjelasan.
Memang, aku bukan apa-apa di matamu. Aku bukan siapa-siapa, aku menyadari status itu. Tapi, tidak cukupkah kau untuk berhenti menganggapku istimewa di antara yang lain? TIdak bisakah kau berhenti bertindak dan berucap selayaknya kau berkelakuan dengan teman-temanmu? Aku sadar, jika aku berkelakuan sepertimu, maka aku yang akan jatuh. Bukan berarti aku yang kalah, karena bagiku kalah dan menang itu biasa. Tapi, kalau aku terjatuh pada dasar yang jauh, bisa-bisa aku yang mati duluan. Mati di tengah keterjatuhan itu. Aku tidak mau.

Aku akui, aku takut. Maka lebih baik aku menghindar saja. Lalu, kenapa kau seakan tidak rela? Bahkan tali itu semakin mengikatku. Sepertinya, kau senang di atas ketidakjelasan ini. Tunggu dulu, sayang, aku tidak menyalahkanmu. Karena mungkin ketidakrelaan itu karena keterbiasaan yang sulit untuk dilepas. Aku mengerti. Mungkin saja, keinginan ku tidak pada waktunya. Maka,aku kembali tersiksa, dan kali ini tambah menyiksa.

Goresan pun semakin menghantam pasir, membuat gambaran yang sulit untuk dihapus. Semakin jelas terlihat oleh para mata yang ada. Semakin diketahui. Aku tidak senang dengan tatapan itu. Mereka melihat goresan, bukan melihatku.Semakin cerah, semakin terlihat. Sang air pun tak sanggup untuk menggapai goresan untuk menghapus.
 Tunggu, sayang, aku tidak menyalahkanmu. Sepertinya goresan itu indah. Maka aku membiarkannya. Walaupun aku tidak dilihat. Tak mengapa.

Ketika sudah mulai terbiasa, entah mengapa waktu itu datang. Mungkin, sang waktu tak mau aku terbiasa, yang menjadikan sinarku tertutup oleh goresan sakit itu. Kita berpisah, dan goresan itu tertutupi dengan mata-mata yang memiliki badan serta kaki. Goresanmu tertutupi oleh jejak yang lainnya.Aku mulai menjalani kehidupan. Walaupun, tidak sepenuhnya aku lupa akan goresan itu.

tenang, sunyi, damai,bahagia, lepas..........
Aku bahagia, dan kau datang kembali dengan kelakuanmu. Mencoba menggores kembali. Lalu seakan-akan aku membiarkanmu. Ah, jangan senang dulu, sayangku, dulu aku lupa siapa diriku. Aku ini bintang. Kau ingat, kapan aku muncul? Ya, sayang, pada malam hari.

Kau mau menggoreskan lagi? Silahkan, sayang.
Karena goresan itu tidak akan terlihat di saat aku muncul, malam hari. Dan bersama rembulan serta air, goresan mu esoknya akan terhapus. Karena hukum alam, sayang. Aku ini bintang yang menyatu dengan alam sekitarku.

Aku tidak menyalahkanmu, sayang. Aku akan kembali menjadi pantai di atas yang
tenang, sunyi, damai,bahagia, lepas..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar