...


Selasa, 16 Juni 2015

Cermin

Kau bilang mataku penuh dengan kemarahan.
Kau bilang aku tak menyadari bahwa diriku sendirilah yang sedang ku tatap.

Apakah kau lupa, sayang, kau sendiri pernah bercerita tentang cermin?
Kau pernah bilang kau begitu jatuh cinta pada cermin.
Kau bilang tak ada manusia yang benar-benar kuat ketika bercermin.
Cermin menelanjangi manusia.
Kau heran, kenapa benda yang rentan pecah malah merapuhkan manusia hingga menjadi kepingan kebenaran?

Aku, aku akui aku cemburu pada cermin yang kau cinta dengan segala keheranan mu. Aku cemburu karena aku tak memahami cinta mu itu. Aku akui aku cemburu ketika cintamu tak sepenuhnya untukku. Aku cemburu dengan sebuah benda.

Lalu, lanjutmu sambil menatapku melalui cermin, inilah cermin yang kau maksud. Kita berdua saling menatap melalui cermin. Kita berdua saling  memahami kerapuhan yang ditelanjangi oleh cermin.

Ketika kau mengatakan mataku penuh amarah, kau sebenarnya meresahkan dirimu sendiri.

Aku tau pertukaran kata ini bagaikan pisau bermata dua. Jejaknya akan kita basuh dengan pilu.

Karena seperti cermin, retaknya tak mungkin kita hilangkan