Hei, saya senang berteman sepi. Bersahabat tanpa berbincang, tapi saling mengerti. Bersahabat dengan kediaman, yang nyaman. Saya senang bersahabat dengan sepi, karena kediaman memenuhi udara. Kemudian waktu menjadi berhenti, hanya saya dan sepi yang bergerak. Berdua saling bergelut tanpa gerak, berdua mengeluh napas panjang tanpa sebab. Terasa intim dan nikmat, di himpitan hidup yang kian menggila. Di himpitan hidup yang terasa jauh dari kami, karena kami tidak pernah meminta untuk hidup,bahkan diciptakan.
Hei, pernahkah kalian berteman derita? Berteman dengan dia yang melukai tanpa sebab, berteman dengan dia yang membuat luka tak terlihat? Dia yang membuat saya menghela napas panjang, ketika himpitan semakin menekan. Jujur saja, saya tidak ingin menghela napas, biarlah saya terus dihimpit hingga tak bernapas dan menghela lagi. Tapi, saya tak kuasa. Karena ada sesosok teman yang terus memaksa saya menghela napas.
Dia tidak ingin saya tenang, terus memaksa saya. Ayo bertemanlah dengan saya, paksaan yang selalu datang terus menerus darinya. Padahal saya tidak pernah mencetuskan pertemanan dengan dia. Kapan dia datang, saya tidak tau. Bahkan mengapa dia datang kepada saya, saya juga tidak tau. Saya mencoba bertanya, seperti layaknya pertemanan, tapi tak terjawab. Bahkan terkesan tidak perduli dengan pertanyaan saya. Sudahlah, berteman saja dengan saya. Selalu itu jawabannya. Dan saya tidak bisa menghindar dari pertemanan semacam ini. Oia, nama teman saya satu ini, kehidupan.
Kemudian ia datang membawa teman-temannya yang lain. Awalnya, saya merasa senang. Teman saya banyak, hidup saya akan berwarna. Tapi, saya tidak mengerti mereka. Dan mereka tidak mengerti saya. Ada yang hilang di sini, ada yang aneh di sini. Saya ingin lepas dari mereka yang mengikat saya dengan tali emas berselimutkan panas. Saya berontak, saya tak kuasa. Saya rindu sepi, teman baik saya. Saya rindu ketiadaan yang menjadikan saya ada dengan saya sendiri.
Saya lelah, cukup lelah dengan kehidupan dan teman-temannya. Hingga, tiba-tiba sepi datang menemani. Membelai saya dengan kehangatan, memeluk saya dengan kehampaan. Saya hanya bisa menangis, ingin bercerita tanpa tau apa yang ingin diceritakan. Saya hanya bisa menangis, saya bingung karena saya merasa kehilangan sepi di antara kehidupan. Saya bahkan tidak mengenal saya ketika ada di kehidupan. Entahlah, terus belai saya sepi. Terus kecupi mata ini. Tolong jauhkan saya dari mereka, Sepi. Kali ini Sepi menjawab, baiklah sekarang bercinta lah dengan ku. Biarkan percintaan ini menghasilkan Diam yang akan menenangkan mu....
Hei, pernahkah kalian berteman derita? Berteman dengan dia yang melukai tanpa sebab, berteman dengan dia yang membuat luka tak terlihat? Dia yang membuat saya menghela napas panjang, ketika himpitan semakin menekan. Jujur saja, saya tidak ingin menghela napas, biarlah saya terus dihimpit hingga tak bernapas dan menghela lagi. Tapi, saya tak kuasa. Karena ada sesosok teman yang terus memaksa saya menghela napas.
Dia tidak ingin saya tenang, terus memaksa saya. Ayo bertemanlah dengan saya, paksaan yang selalu datang terus menerus darinya. Padahal saya tidak pernah mencetuskan pertemanan dengan dia. Kapan dia datang, saya tidak tau. Bahkan mengapa dia datang kepada saya, saya juga tidak tau. Saya mencoba bertanya, seperti layaknya pertemanan, tapi tak terjawab. Bahkan terkesan tidak perduli dengan pertanyaan saya. Sudahlah, berteman saja dengan saya. Selalu itu jawabannya. Dan saya tidak bisa menghindar dari pertemanan semacam ini. Oia, nama teman saya satu ini, kehidupan.
Kemudian ia datang membawa teman-temannya yang lain. Awalnya, saya merasa senang. Teman saya banyak, hidup saya akan berwarna. Tapi, saya tidak mengerti mereka. Dan mereka tidak mengerti saya. Ada yang hilang di sini, ada yang aneh di sini. Saya ingin lepas dari mereka yang mengikat saya dengan tali emas berselimutkan panas. Saya berontak, saya tak kuasa. Saya rindu sepi, teman baik saya. Saya rindu ketiadaan yang menjadikan saya ada dengan saya sendiri.
Saya lelah, cukup lelah dengan kehidupan dan teman-temannya. Hingga, tiba-tiba sepi datang menemani. Membelai saya dengan kehangatan, memeluk saya dengan kehampaan. Saya hanya bisa menangis, ingin bercerita tanpa tau apa yang ingin diceritakan. Saya hanya bisa menangis, saya bingung karena saya merasa kehilangan sepi di antara kehidupan. Saya bahkan tidak mengenal saya ketika ada di kehidupan. Entahlah, terus belai saya sepi. Terus kecupi mata ini. Tolong jauhkan saya dari mereka, Sepi. Kali ini Sepi menjawab, baiklah sekarang bercinta lah dengan ku. Biarkan percintaan ini menghasilkan Diam yang akan menenangkan mu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar