Jangan, jangan kau jabarkan alasan-alasan
klise yang memuakkan.
Tanya hatimu. Ayo jujur sajalah.
Apa gunanya hidup?
Awal mula, sosok daging yang tidak
memiliki kesadaran penuh sudah dipaksa hidup. Sudah dipaksa tumbuh dalam keterbatasan. Apa sosok itu mempunyai kesadaran untuk meminta hidup? Tidak, tentu saja tidak.
Lalu, dilempar negitubegitu saja ke dunia. Dipaksa hidup, dipaksa menerima yang telah ada yang tidak pernah dimintanya. Tidak pernah meminta tapi sudah diberi. Dipaksa bertanggung jawab atas pemberian tersebut. Menangis, tapi dunia menyambut dengan tawa.
Tumbuh dalam keterbatasan. Ada aturan yang harus diikuti. Ada syarat untuk hidup. Padahal hidup tak pernah diminta sejak awal. Ada yang dibiasakan. Ada yang kemudian menjadi tumpul karena dibiasakan hidup. Padahal saat itiitu ada pikiran yang juga mulai tumbuh.
Apa, apa gunanya berpikir?
Jangan, jangan lagi kau jawab dengan jabaran klise yang memuakkan.
Aku tanya srkali lagi, apa gunanya berpikir?
Sadarkah kau, manusia dipaksa berpikir untuk kesinambungan. Terus berpikir terus hidup. Berpikir menjadi senjata kehidupan yang memaksa untuk lupa akan pertanyaan awal tadi. Ku harap kau masih ingat akan pertanyaan awal. Jika tidak, mari ku tuntun. Apa gunanya hidhidup?
Berpikir kemudian terbiasa dengan keadaan. Ada relasi yang membuat terikat. Ada emosi yang menjangkiti hidup. Ditimang kebahagiaan yang membuatmu lupa bahwa sosok lain juga awalnya juga tak pernah meminta kehidupan. Bukankah itu terasa palsu ketika sosok-sosok saling bertemu dan saling menjalin untuk hidup?. Aku, aku muak. Masih saja ada aturan yang diterapkan jika ingin hubungan terjalin. Padahal aku yang tak pernah meminta kehidupan ini tak hadir pada saat aturan itu dibuat.
Jika hidup mengikat untuk melupakan awal nukankah hidup menjadi beban yang lama-lama menelan dan menyiksa?
Kau ingat betapa kejamnya Cronos yang menelan anak-anak yang diciptakannya? Begitu juga hidup yang melempar kemudian menghancurkan ketika bertanya.
Semua pasti akan kembali ke awal, menuju ketiadaan. Berbahagialah orang yang mati. Mulialah orang yang memutuskan mengakhiri hidupnya. Inilah mati terhormat karena berani mengambil keputusannya sendiri. Keputusan pertama yang diambil setelah hidup memaksa dengan keputusan lain yang tak pernah disetujui.
Mereka yang mengakhiri hidupnya mati terhormat. Karena mereka berani. Dan aku, aku menunggu datangnya keberanian itu.